Jejak Terakhir Irevan: Warisan Azerbaijan Terancam di Armenia

Baku – Kota Yerevan yang hari ini dikenal sebagai ibu kota Armenia ternyata menyimpan sejarah yang lebih tua dan mendalam, sebuah warisan budaya yang berasal dari peradaban Azerbaijan. Dalam pernyataan terbaru, Rizvan Huseynov, Profesor Asosiasi UNESCO dan Direktur Pusat Sejarah Kaukasus, mengungkapkan bahwa kota ini dulunya dikenal sebagai Irevan dan merupakan kota muslim bergaya Timur yang dibangun oleh leluhur bangsa Azerbaijan pada Abad Pertengahan.

Menurut Huseynov, Irevan pada masa kekhanan terdiri atas empat distrik utama, yakni Gala, Sheher, Tepebashi, dan Demirbulag. Dari keempatnya, hanya Tepebashi yang masih bertahan secara parsial. Sayangnya, keberadaan fisik kawasan ini pun kini terancam karena kebijakan pembangunan modern yang diterapkan oleh pemerintah Armenia, yang secara sistematis menghancurkan bangunan-bangunan tua di wilayah tersebut.

Distrik Tepebashi, yang menjadi sisa terakhir dari kota tua Irevan, kini dikenal dengan nama Kond oleh warga Armenia. Nama tersebut diyakini berasal dari kata Azerbaijan "kend", yang berarti desa. Namun, identitas dan sejarah kawasan ini telah mengalami distorsi seiring waktu, dan kini hampir tidak dikenali lagi sebagai bagian dari warisan budaya Azerbaijan.

Di kawasan Kond masih dapat ditemukan puing-puing bangunan tua dan sisa-sisa sebuah masjid kuno, menjadi saksi bisu dari keberadaan komunitas Azerbaijan yang dulu pernah menetap di sana. Namun semua itu terancam hilang karena proyek modernisasi yang tengah dijalankan oleh pihak Armenia.

"Yang mereka sebut modernisasi, pada kenyataannya adalah penghancuran," tegas Huseynov. Ia menambahkan bahwa penghancuran struktur-struktur tua di Kond bukan hanya soal pembangunan, tapi bagian dari upaya sistematis untuk menghapus jejak Azerbaijan dari peta sejarah Armenia modern.

Melihat situasi yang kian mendesak, sekelompok ilmuwan dan ahli sejarah Azerbaijan telah melakukan berbagai upaya penyelamatan. Mereka mendokumentasikan kondisi kawasan, membuat film dokumenter, dan mengajukan permohonan resmi kepada UNESCO untuk menyelamatkan Tepebashi sebagai bagian dari warisan budaya dunia.

Langkah ini diambil dengan harapan bahwa perhatian dunia internasional, khususnya UNESCO, dapat menghentikan penghancuran yang sedang berlangsung. Huseynov menegaskan bahwa penyelamatan Tepebashi bukan hanya untuk mengenang masa lalu, melainkan juga demi masa depan dan pengakuan terhadap keberagaman sejarah regional.

“Jika UNESCO bertindak cepat, kita masih punya kesempatan untuk melestarikan dan bahkan merekonstruksi kawasan Tepebashi sesuai bentuk aslinya,” ujar Huseynov. Ia menilai bahwa pemulihan ini penting demi keadilan sejarah dan pelestarian identitas budaya Azerbaijan di wilayah tersebut.

Huseynov menyayangkan kurangnya pengakuan internasional terhadap fakta sejarah ini. Ia menilai bahwa dominasi narasi tunggal dari pihak Armenia telah menutupi kenyataan bahwa Yerevan dulunya adalah kota Azerbaijan yang makmur dan memiliki arsitektur Islam yang khas.

Kondisi ini menurutnya sangat ironis, mengingat semangat pelestarian warisan budaya global yang selama ini dijunjung tinggi oleh komunitas internasional. Ia menyayangkan bahwa banyak pihak yang diam, meskipun kehancuran itu berlangsung di depan mata.

Selain aspek fisik, hilangnya kawasan Tepebashi juga berarti hilangnya memori kolektif, tradisi, dan nilai-nilai yang diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Azerbaijan yang dulu menghuni wilayah itu. Kehancuran ini berisiko menghapus warisan tak benda yang tak ternilai harganya.

Huseynov menekankan bahwa pelestarian sejarah bukan hanya tentang menyelamatkan batu dan bangunan, tetapi tentang menjaga identitas dan martabat suatu bangsa. Ia menyerukan agar dunia tidak tutup mata terhadap penghapusan sejarah ini.

“Ini bukan sekadar konflik antara dua negara. Ini adalah soal keadilan sejarah, hak warisan budaya, dan tanggung jawab bersama untuk melindungi jejak peradaban manusia,” ujarnya penuh harap.

Ia juga menyerukan kepada UNESCO agar segera mengirimkan tim ahli ke lokasi untuk melakukan verifikasi dan pendokumentasian kondisi terakhir Tepebashi. Hal ini penting sebagai langkah awal perlindungan formal dan mencegah kehancuran total.

Jika dibiarkan, hilangnya Tepebashi akan menjadi kehilangan besar bukan hanya bagi Azerbaijan, tetapi juga bagi sejarah kawasan Kaukasus secara keseluruhan. Wilayah ini yang selama berabad-abad menjadi tempat pertemuan berbagai budaya, tak seharusnya dibiarkan kehilangan mozaik penting dari kisah panjangnya.

Huseynov percaya bahwa penyelamatan Tepebashi dapat menjadi simbol perdamaian dan rekonsiliasi sejarah antara bangsa. Ia berharap bahwa pemahaman sejarah yang lebih adil akan membuka jalan bagi dialog yang lebih konstruktif antara komunitas yang pernah berseteru.

Dengan ketekunan para peneliti dan dukungan internasional, ada harapan bahwa jejak-jejak terakhir Irevan masih bisa diselamatkan. Namun waktu terus berjalan, dan setiap hari keterlambatan berarti lebih banyak warisan yang terhapus.

Kini, mata dunia tertuju pada UNESCO dan komunitas global. Akankah mereka bertindak atau hanya menjadi saksi bisu dari hilangnya salah satu warisan budaya tertua di wilayah ini? Sejarah akan mencatat pilihan kita.

Share on Google Plus

About peace

Sejarah mencatat bahwa Nusantara bukanlah wilayah yang terisolasi. Jauh sebelum era kolonial, bahkan sebelum nama Indonesia dikenal dunia, telah ada kaum perantau dari kepulauan ini yang menjelajahi samudra, membawa kebudayaan, keterampilan, dan teknologi mereka ke berbagai penjuru dunia. Salah satu komunitas diaspora tertua yang jarang disinggung adalah kaum Sayabiga (berasal dari kata Sabak sebuah daerah di Jambi), pelaut-pelaut tangguh dari wilayah Nusantara yang jejaknya tercatat sejak zaman Mesopotamia.

0 komentar:

Posting Komentar