7 Juta Buruh Migran Terancam Tak Bisa 'Nyoblos' Pilpres

ilustrasi
TKI TIMES -- KPU telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) luar negeri pemilu 2019 sebanyak 2 jutaan orang. Namun, organisasi pemerhati buruh migran mengkritik data itu karena hanya menjangkau seperempat jumlah buruh di luar negeri.

Organisasi Migrant Care, Minggu (7/10) di Jakarta, menyatakan data KPU tidak komprehensif dan tidak menjangkau semua buruh migran. Berdasarkan data Laporan Pekerja Global Indonesia yang dirilis Bank Dunia, Indonesia tercatat memiliki 9 juta buruh migran pada 2016. Artinya, ada 7 juta orang yang tak masuk DPT.

Namun itu pun berbeda dengan catatan Kementerian Luar Negeri. Lembaga ini mendata, per Agustus 2017, ada 4,7 juta buruh migran Indonesia dengan rincian 2,8 juta berdokumen dan 1,8 juta tidak berdokumen.

Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah, mengkritik lemahnya sistem pendataan yang tidak cocok satu sama lain.

“Tapi kenapa datanya nggak ada? Ya selama ini kita punya masalah terkait data. Jadi banyak yang nggak lapor, banyak yang seperti problem yang saya laporkan tadi, sehingga kemudian tidak terdata,” kata Anis menjelaskan kepada VOA.

Dalam laporan Bank Dunia, buruh migran Indonesia sebanyak 32 persen bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau pengasuh anak. Disusul 19 persen pekerja pertanian dan 18 persen pekerja konstruksi. Sementara sisanya pekerja pabrik, perawat lansia, pekerja toko/restoran/hotel, supir, dan pekerja kapal pesiar.

Anis menjelaskan, para buruh migran menghadapi sejumlah kesulitan ketika pendataan pemilih. Sebab sebagian buruh punya masalah imigrasi atau tidak memegang paspor.

“Satu, mereka sudah lama tinggal di luar negeri. Jadi stateless atau overstayer. Yang kedua, mereka punya dokumen tetapi ditahan majikan. Jadi nggak semua dokumen teman-teman itu dipegang mereka sendiri,” papar lulusan magister hukum Universitas Gadjah Mada ini.

“Yang ketiga, banyak teman-teman itu yang terjebak sindikat. Sesungguhnya mereka berangkat secara prosedural tapi karena terjebak sindikat mereka menjadi korban. Kemudian mereka tidak punya apa-apa,” kata Anis menambahkan. (sumber)
Share on Google Plus

About peace

0 komentar:

Posting Komentar