Fenomena diaspora Indonesia di luar negeri tak hanya mencerminkan perjuangan ekonomi melalui pekerjaan sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI), tetapi juga menyimpan kisah sukses dalam bidang nontradisional seperti olahraga. Di tengah kerasnya hidup di negeri orang, banyak putra-putri Indonesia justru mampu mengasah bakat dan menunjukkan keunggulan di panggung internasional, termasuk di dunia bulu tangkis.
Salah satu kisah membanggakan datang dari Qatar, tempat berlangsungnya Qatar-Indian Association (QIA) Badminton Open Tournament pada 17-27 Februari 2022. Turnamen ini diikuti sekitar 230 pemain dari berbagai negara dan mempertandingkan 23 kategori. Di ajang ini, para diaspora Indonesia tampil dominan dan menunjukkan kualitas luar biasa.
Yang paling mencuri perhatian adalah terjadinya All Indonesia Final di beberapa nomor. Di sektor ganda putra, pasangan Afrizal Noor Huda dan Redi Perdana berhasil menundukkan pasangan senegaranya, Septian dan Endi, dalam laga penuh semangat yang disambut meriah oleh komunitas Indonesia di Doha.
Tak hanya itu, di nomor tunggal putra, kembali terjadi All Indonesian Final antara Septian Dwi dan Redi Perdana. Pertandingan sengit ini dimenangkan oleh Septian Dwi, yang sebelumnya juga tampil apik di fase grup dan semifinal. Dominasi pemain Indonesia di sektor ini mencerminkan kualitas teknik dan ketekunan latihan meski jauh dari Tanah Air.
Keberhasilan diaspora Indonesia di Qatar menunjukkan bahwa potensi talenta Indonesia tidak luntur meski berada di luar sistem pelatnas atau program pembinaan olahraga nasional. Mereka membuktikan bahwa dengan fasilitas terbatas sekalipun, semangat dan kedisiplinan mampu mengantar mereka pada prestasi membanggakan.
Di nomor ganda campuran, kejutan juga terjadi saat M Gayuh yang berasal dari Indonesia berhasil meraih gelar juara berpasangan dengan Prakriti Bharat dari India. Kolaborasi lintas negara ini menandakan bahwa talenta Indonesia dapat beradaptasi dan bersaing secara global, bahkan menjalin kerja sama strategis dalam kompetisi internasional.
Bagi komunitas TKI dan diaspora di Qatar, ajang seperti ini lebih dari sekadar pertandingan olahraga. Ini adalah momen untuk merayakan identitas, memperkuat solidaritas, dan membangun kepercayaan diri di tengah keterasingan hidup di negeri orang. Prestasi yang diraih para atlet diaspora juga menjadi motivasi bagi generasi muda Indonesia di luar negeri.
Fenomena ini juga mencerminkan peluang besar yang belum sepenuhnya tergarap oleh pemerintah Indonesia. Ketika para TKI dan keluarganya mampu berkembang di bidang olahraga, seni, dan akademik di luar negeri, mereka seharusnya dipandang sebagai aset bangsa, bukan sekadar penghasil remitansi.
Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Luar Negeri perlu menjalin sinergi untuk mendata, mendukung, dan mengintegrasikan para talenta diaspora ke dalam sistem pembinaan nasional. Karena faktanya, banyak dari mereka yang telah membuktikan kapasitasnya tanpa sokongan negara sekalipun.
Peluang TKI untuk mengasah bakat di luar negeri sangat terbuka, apalagi di negara-negara dengan komunitas besar seperti Malaysia, Hong Kong, Singapura, Korea Selatan, dan Timur Tengah. Asal ada dukungan dari komunitas dan wadah yang jelas, TKI bukan hanya bisa hidup layak, tapi juga bisa berkarya di tingkat juara.
Kisah para atlet diaspora juga membuka ruang refleksi bagi dunia olahraga dalam negeri. Jika mereka yang tinggal di luar negeri bisa unggul, maka seharusnya sistem pembinaan dalam negeri mampu menghasilkan lebih banyak juara. Artinya, perlu ada evaluasi dan perbaikan menyeluruh dalam ekosistem olahraga nasional.
Lebih jauh, diaspora atlet juga berpotensi menjadi duta olahraga Indonesia di luar negeri. Dengan jaringan internasional yang mereka miliki, para atlet diaspora bisa menghubungkan federasi olahraga Indonesia dengan komunitas global, serta membuka peluang kolaborasi dan pertukaran atlet.
Tak jarang juga atlet diaspora berhasil menjadi pelatih atau pembina komunitas lokal di negara tempat mereka tinggal. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi mereka bukan hanya soal medali, tetapi juga tentang transfer ilmu, pembentukan karakter, dan pengaruh positif terhadap lingkungan sekitar.
Dengan semakin banyaknya TKI yang berkeluarga dan menetap di luar negeri, anak-anak mereka tumbuh dalam lingkungan yang memungkinkan akses ke fasilitas olahraga yang baik. Ini menjadi ladang baru pembibitan atlet diaspora yang patut dipetakan secara serius.
Ajang seperti QIA Badminton Open Tournament hanyalah contoh kecil dari bagaimana diaspora Indonesia bisa bersinar. Turnamen serupa sebenarnya juga terjadi di negara lain, namun belum banyak diekspos. Ini menandakan pentingnya media untuk memberi ruang pada cerita-cerita diaspora yang inspiratif.
Indonesia memiliki kekayaan SDM yang luar biasa, baik di dalam maupun luar negeri. Tugas negara adalah merangkul semua potensi itu agar bisa menjadi bagian dari pembangunan nasional, termasuk dalam bidang olahraga yang bisa menjadi kebanggaan di kancah dunia.
Perlu langkah konkret untuk membangun sistem pembinaan olahraga diaspora yang terintegrasi. Dengan digitalisasi dan konektivitas global saat ini, hal ini bukan mustahil untuk dilakukan. Bahkan bisa dimulai dari pendataan, pelibatan komunitas KBRI, hingga penyelenggaraan turnamen diaspora tahunan yang melibatkan berbagai negara.
Cerita sukses para TKI dan diaspora Indonesia di kancah olahraga dunia adalah cermin bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk berprestasi. Justru dari keterbatasan itu, lahir semangat juang yang tak tergoyahkan. Dan dengan dukungan yang tepat, para pejuang di luar negeri ini bisa menjadi juara sejati yang membawa nama Indonesia ke puncak prestasi dunia.
Dibuat oleh AI
0 komentar:
Posting Komentar